Monday, August 03, 2009

Menjadi Orangtua

Menjadi orang tua memang mengasyikan, terlebih ketika kita melihat anak kita tumbuh berkembang dengan segala macam kepintarannya, baik itu kepintaran "ngakali" atau "pintar" yang sesungguhnya, semua itu sangat menarik untuk dinikmati ataupun diberikan senyuman.

Orangtua jaman sekarang, kalo saya lihat-lihat dan pikir, sudah sangat jauh berbeda wawasan maupun cara pandangnya dengan orangtua kita dulu. Banyak hal yang berbeda, dari cara mendidik, cara memandang permasalahan, cara memanjakan, cara memarahi dan lain-lain (iri saya dengan anak-anak jaman sekarang, pada umumnya dalam keluarga yang sebegitu demokratisnya). Anak-anak sekarang pun kelihatannya sesuai dengan jamannya, memiliki hal-hal yang tidak kita miliki dulu (dalam arti positif tentunya), seperti misalnya sifat kritis, tingkat keingin tahuan yang kadarnya sangat jauh lebih tinggi dibanding dengan kita dulu (atau mungkin dengan saya dulu), maupun kehausan akan segala macam hal yang ada pada lingkungannya, termasuk mempertanyakan kenapa sesuatu hal itu boleh atau tidak dia lakukan (hmmm....kalo saya dulu sampai sekarang dituntut untuk 'manut' sama orangtua, bahkan hingga setua ini, walaupun pada hasil akhirnya saya adalah seorang pemberontak tulen).

Terus terang, saya belajar dari apa yang pernah diajarkan orangtua saya, dalam mendidik anak saya saat ini. Hal yang kurang baik tidak saya terapkan, hal yang baik bisa kita contoh, plus, improvisasi dari apa yang saya pelajari sendiri dalam hidup. Hmmmm...is it enough? I don't think so...mungkin kadang kali harus tambal sulam disana-sini...walau lagi-lagi belum tentu benar juga. Karena kemungkinannya besar sekali bahwa saya dan anak saya masih sama-sama belajar. Belajar hidup. Belajar memahami. Belajar tentang segala sesuatu yang ada didunia ini. Sama-sama belajar dari kesalahan. Sama-sama belajar dari keberhasilan. Saling menyemangati satu sama lain. Karena saya, istri dan anak saya adalah siswa-siswa kehidupan. Tidak ada yang menjadi guru. Semua murid...hanya saja ada yang lebih dulu duduk di kelas, itu saja yang membedakan. Pada sisi itu, kita juga harus hati-hati jangan sampai terjebak. Jangan mentang-mentang kita lebih tua, lebih kaya pengalaman duduk di kelas kehidupan, kita lebih tahu banyak hal. Terkadang pemahaman saya mungkin lebih buruk dibandingkan pemahaman anak saya. Atau mungkin, ada kelas-kelas kehidupan tertentu yang saya 'membolos', sehingga gak ngeh dengan apa yang menjadi inti pelajarannya. Atau mungkin, pelajaran yang saya dapatkan dulu sudah tidak up-to-date lagi bila dibandingkan dengan apa yang didapatkan oleh anak saya sekarang. Who knows?!

Terkadang saya khawatir, seiring dengan bertambahnya umur, akankah saya bisa terus beranggapan bahwa anak saya adalah rekan belajar saya? Apakah nanti saya akan menjadi orangtua yang arogan karena merasa lebih dulu tahu segala macam ilmu pengetahuan kelas kehidupan ini? Saya sangat berharap anak saya selalu ada disamping saya untuk terus mengingatkan.

Ada satu hal lagi yang menggelitik. Bila bicara pamrih, sesungguhnya sayalah sebagai orangtua yang memiliki pamrih sangat besar kepada anak saya saat ini. Karena tanpa eksistensi dan semangat darinya, saya tidak akan menjadi seperti apa saya menjadi saat ini. Sebuah perjalanan dan pengalaman yang tidak terbeli.

Hmmm...saya yakin, pasti banyak yang tidak sepaham dengan saya. Atau mungkin ada yang mau menambahkan...silahkan saja, wong ini cuman gerundelan kok. Piss!